Menurut Koentjaraningrat, suatu kelompok dapat disebut sebagai kelompok kekerabatan apabila kelompok itu diikat oleh sekurang-kurangnya enam unsur berikut ini.
- Sistem norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok.
- Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua anggota.
- Interaksi yang intensif antarwarga kelompok.
- Sistem hak dan kewajiban yang mengatur tingkah laku warga kelompok.
- Pemimpin yang mengatur kegiatan-kegiatan kelompok.
- Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif, atau harta pusaka tertentu.
Sementara itu, antropolog G.P. Murdock dalam karyanya Cognatic Forms of Social Organization membagi kelompok-kelompok kekerabatan menjadi tiga kategori berdasarkan fungsi sosialnya, yaitu kelompok kekerabatan korporasi (corporate kingroups), kelompok kekerabatan kadangkala (occasional kingroups), dan kelompok kekerabatan yang melambangkan kesatuan adat (circumscriotipitive kingroups).
a. Kelompok Kekerabatan Korporasi (Corporate Kingroups)
Jumlah anggota kelompok ini relatif kecil. Para anggotanya masih saling mengenal dan bergaul antar sesamanya, melakukan aktivitas kelompok secara berulang, serta mempunyai suatu sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi mereka berdasarkan sistem norma tertentu. Kelompok kekerabatan semacam ini terdapat hampir pada seluruh masyarakat. Di Indonesia, sebutan untuk kelompok kekerabatan ini bermacam-macam. Misalnya, sipopoli (Ngada, Flores), sangambato seboa (Nias), kaum (Minangkabau), kuren (Bali), dan sara dapur (Gayo).
b. Kelompok Kekerabatan Kadangkala (Occasional Kingroups)
Kelompok kekerabatan ini bersifat sementara atau tidak tetap. Sementara itu jumlah anggotanya relatif besar dan tidak lagi bergaul secara terus-menerus. Para anggotanya berkumpul hanya apabila ada kegiatan-kegiatan tertentu, seperti gotong royong, mengadakan perayaan tertentu, atau menyelenggarakan upacara daur hidup. Pada beberapa suku bangsa di Indonesia dikenal istilah yang menggambarkan kelompok kekerabatan ini, misalnya golongan (Sunda), famili (Minahasa, Ambon), dan sanak sadulur (Jawa).
c. Kelompok Kekerabatan yang Melambangkan Kesatuan Adat (Circumscriotipitive Kingroups)
Kelompok kekerabatan ini mempunyai anggota yang sangat banyak, sehingga di antara mereka tidak saling mengenal dan tidak memiliki hubungan pergaulan yang terusmenerus. Namun demikian para anggota kelompok ini menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari satu-kesatuan yang berdasarkan lambang adat tertentu.
Contoh kelompok kekerabatan semacam ini adalah klan besar dan paroh masyarakat. Anggota satu klan besar merupakan keturunan seorang nenek moyang, baik secara patrilineal atau matrilineal yang telah melewati berpuluh-puluh angkatan. Mereka seringkali terikat oleh tanda-tanda lahir, seperti nama klan, lambang totem, dan dongeng-dongeng suci. Contoh nama klan besar adalah nama marga pada suku bangsa Batak. Misalnya marga Siahaan, Ginting, Simanjuntak, Nasution, Sembiring, dan lain-lain.
Komentar
Posting Komentar