Langsung ke konten utama

Teori-teori Tentang Religi

Mengapa manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggapnya lebih tinggi dari dirinya? Mengapa manusia melakukan berbagai macam cara untuk mencari hubungan dengan kekuatan- kekuatan tadi? Ada banyak teori yang berbeda tentang masalah tersebut. Menurut teori yang terpenting, perilaku manusia bersifat religi karena sebab-sebab sebagai berikut.

  • Manusia mulai sadar akan adanya konsep roh.
  • Manusia mengakui adanya berbagai gejala yang tidak dapat dijelaskan dengan akal.
  • Keinginan manusia untuk menghadapi berbagai krisis yang senantiasa dialami manusia dalam daur hidupnya.
  • Kejadian-kejadian luar biasa yang dialami manusia di alam sekelilingnya.
  • Adanya getaran (yaitu emosi) berupa rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa manusia sebagai warga negara masyarakat.
  • Manusia menerima suatu firman dari Tuhan.

a. Teori Roh
Teori ini dikemukakan oleh E.B. Tylor. Menurut Tylor, asal mula religi adalah kesadaran manusia akan konsep roh. Hal itu terjadi karena dua sebab.

  • Perbedaan yang tampak antara benda hidup dan benda yang mati. Makhluk yang masih dapat bergerak disebut makhluk hidup, tetapi apabila tidak bergerak lagi, maka itu berarti bahwa makhluk tersebut mati. Dengan demikian, manusia lama-kelamaan mulai menyadari bahwa gerak dalam alam (yaitu hidup) disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di samping tubuh jasmaninya, yakni jiwa (yang kemudian lebih khusus disebut roh).
  • Pengalaman bermimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya berada di tempat-tempat lain selain tempat ia tertidur. Maka ia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur, dan bagian lain dari dirinya, yaitu jiwanya (rohnya), yang pergi ke tempat lain.

b. Teori Batas Akal
Teori ini dikemukakan oleh J.G. Fraser. Dalam bukunya The Golden Bough jilid I seperti ditulis oleh Koentjaraningrat (2002:196–197), ia mengatakan bahwa manusia memecahkan masalah-masalah hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuan manusia terbatas.  Menurut Frazer, ketika religi belum hadir dalam kebudayaan manusia, manusia hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan masalah-masaah hidup yang berada di luar jangkauan akal dan pengetahuannya. 

c. Teori Masa Krisis dalam Hidup Individu
Bagi manusia, ada saat-saat ketika manusia mudah jatuh sakit atau tertimpa bencana. Misalnya masa kanak-kanak, atau saat ia beralih dari usia pemuda ke usia dewasa, masa hamil, melahirkan, dan saat ia menghadapi sakratul maut. Pada saat-saat seperti itu manusia merasa perlu melakukan sesuatu untuk memperteguh imannya, yang dilakukannya dengan upacara-upacara. Perbuatan-perbuatan inilah yang merupakan pangkal dari religi dan merupakan bentuk-bentuk yang tertua.

d. Teori Kekuatan Luar Biasa
Pendapat ini diajukan oleh R.R. Marret. Ia tidak sependapat dengan Tylor. Menurutnya, kesadaran seperti itu terlalu kompleks bagi pikiran makhluk manusia yang baru berada pada tingkat-tingkat awal dari kehidupannya. Ia juga mengatakan bahwa pangkal dari segala perilaku keagamaan ditimbulkan oleh perasaan tidak berdaya dalam menghadapi gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupannya. Alam dianggap sebagai tempat adanya kekuatan-kekuatan yang melebihi kekuatan-kekuatan yang telah dikenalnya dalam alam sekelilingnya, disebut the supernatural. Gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu dianggap sebagai akibat dari kekuatan supernatural (atau kekuatan sakti).

e. Teori Elementer Mengenai Hidup Beragama
Tokoh teori ini adalah E. Durkheim. Inti dari teori seperti terdapat dalam buku tulisan Koentjaraningrat (2002 : 199) adalah sebagai berikut.

  • Sejak awal keberadaannya di muka bumi, manusia mengem-bangkan religi karena adanya getaran jiwa, yaitu suatu emosi keagamaan, yang timbul dalam jiwanya karena adanya emosi terhadap keagamaannya, dan bukan karena dalam pikirannya manusia membayangkan adanya roh yang abstrak, berupa kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak dalam alam semesta ini.
  • Dalam pikirannya, emosi keagamaan itu berupa perasaan yang mencakup rasa keterkaitan, bakti, cinta, dan sebagainya, terhadap masyarakatnya sendiri, yang baginya merupakan seluruh dunianya.
  • Emosi keagamaan tidak selalu berkobar-kobar setiap saat dalam dirinya. Apabila tidak dirangsang dan dipelihara, emosi keagamaan itu menjadi latent (melemah), sehingga perlu dikorbarkan kembali, antara lain melalui kontraksi masyarakat (mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa).
  • Emosi keagamaan yang muncul itu membutuhkan suatu objek tujuan. Mengenai apa yang menyebabkan bahwa sesuatu hal menjadi objek dari emosi keagamaan, bukanlah terutama sifatnya yang luar biasa atau aneh dan megah, tetapi adanya tekanan berupa anggapan umum dalam masyarakat, misalnya karena salah satu peristiwa secara kebetulan pernah dialami orang banyak. Objek yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga dapat bersifat sacre (keramat), sebagai lawan dari sifat profan (tidak keramat), yang tidak memiliki nilai keagamaan.
  • Suatu objek keramat sebenarnya merupakan lambang dari suatu masyarakat. Pada suku-suku bangsa asli di Australia, objek keramat yang menjadi objek emosi kemasyarakatannya sering kali berwujud suatu jenis hewan atau tumbuh-tumbuhan. Para pakar menyebut prinsip yang berada di
  • belakang objek dari suatu kelompok dalam masyarakat (misalnya klan atau kelompok kerabat) dengan istilah totem

.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Uji Kelayakan Model Goodness of fit Pada SmartPLS

Uji Kelayakan Model Goodness of fit Pada SmartPLS,  Untuk melakukan uji kualitas model pengukuran, caranya adalah:  Klik menu Calculate  => PLS Algoritm (lihat pada bagian yang dilingkari  pada gambar dibawah ini !) Setelah itu, maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini.  Selanjutnya, pilih (klik) Start Calculation. Setelah proses Calculation selesai, maka akan keluar hasil pengujian kualitas model pengukuran (lihat gambar di bawah ini !). Penyimpulan mengenai kualitas model pengukuran mengacu pada rule of  tumbs berikut ini: Pada gambar di bawah ini nampak hasil outer loadings (di SPSS diistilahkan  dengan Factor Loadings ) digunakan untuk mengukur validitas konvergen  dari model pengukuran (instrumen). Pada kasus ini, hasil uji outer loadings menunjukkan skor yang rendah pada variabel AKT (Akuntabilitas) yaitu  kurang dari rule of tumbs 0,70 (Chin, 1998). Skor kurang dari 0,70 juga  nampak pada konstruk KMUK4 dan KSI...

Cara Uji Validitas dengan Corrected Item-Total Correlations SPSS

Uji validitas item merupakan uji instrumen data untuk mengetahui seberapa cermat suatu item dalam mengukur apa yang ingin diukur. Item dapat dikatakan valid jika adanya korelasi yang signifikan dengan skor totalnya, hal ini menunjukkan adanya dukungan item tersebut dalam mengungkap suatu yang ingin diungkap. Item biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang ditujukan kepada responden dengan menggunakan bentuk kuesioner dengan tujuan untuk mengungkap sesuatu. Teknik uji validitas item dengan teknik Corrected ItemTotal Correlation , yaitu dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor totalnya dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi koefisien item total yang overestimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya). Pada metode ini tidak perlu memasukkan skor total, karena sudah dihitung secara otomatis.    Cara Uji Validitas Metode Analisis Faktor (KMO) dengan SPSS Kemudian pengujian sign...

Rumus Fungsi If Dengan Conditional Formatting di Excel

Fungsi if merupakan fungsi yang sering digunakan pada aplikasi ms.excel untuk mendapatkan nilai berdasarkan kriteria yang ditentukan. Kadangkala kita ingin menambahkan warna-warna atau simbol-simbol tertentu pada setiap nilai yang dikembalikan dengan fungsi if. Untuk memberikan perbedaan ini, kita dapat menggunakan tools conditional formatting pada fungsi if tersebut. Mencari Nilai Dengan Fungsi If Sebelum menambahkan style pada hasil dari fungsi if, berikut ini adalah sebuah contoh data mencari score dengan fungsi if. Nilai score pada kolom E, merupakan nilai berdasarkan persentase pencapaian yang didapat pada kolom D berdasarkan nilai-nilai pada tabel pertama (A1:B4) Ketentuan score pada kolom E berdasarkan tabel pertama adalah : Jika nilai pada kolom D adalah lebih kecil dari 75%, maka akan mendapat score 1. Jika nilai pada kolom D antar 75% sampai 100%, maka akan mendapat score 2. Dan Jika nilai pada kolom D lebih besar dari 100%, maka akan mendapatkan score 3. If Dan Conditional F...