Langsung ke konten utama

Materi Kimia - Perkembangan Tabel Periodik

 Di abad kesembilan belas, ketika para kimiawan masih samar-samar dalam memahami gagasan tentang atom dan molekul dan belum mengetahui adanya elektron dan proton, mereka menyusun tabel periodik dengan menggunakan pengetahuannya tentang massa atom. Mereka telah melakukan pengukuran massa atom dari sejumlah unsur dengan teliti. Penyusunan unsur-unsur menurut massa atomnya dalam tabel periodik tampak logis bagi para kimiawan yang berpendapat bahwa perilaku kimia bagaimanapun juga harus berhubungan dengan massa atom.

            Pada tahun 1864 kimiawan inggris John Newlands memperhatikan bahwa jika unsur-unsur yang telah dikenal pada waktu itu disusun menurut massa atom, maka setiap unsur kedelapan memiliki sifat-sifat yang mirip. Newlands menyebut hubungan yang istimewa ini sebagai hukum oktaf. Akan tetapi, “hukum” ini tidak cocok untuk unsur-unsur setalah kalsium, dan karya Newlands tidak diterima oleh masyarakat ilmiah.


Materi Kimia - Perkembangan Tabel Periodik

            Lima tahun kemudian kimiawan Rusia Dmitri Mendeleev dan kimiawan Jerman Lothar Meyer secara terpisah mengusulkan penyusunan tabulasi unsur-unsur lebih luas berdasarkan keteraturannya, sifat yang berulang secara periodik. Penggolongan yang disusun oleh Mendelev lebih baik dibandingkan yang disusun oleh Newlands karena disebabkan dua hal. Pertama, ia menggolongkan unsur-unsur dengan lebih tepat menurut sifat-sifatnya. Selain itu yang sama pentingnya yaitu adanya kemungkinan meramal sifa-sifat beberapa unsur yang belum ditemukan. Misalnya, Mendelev mengusulkan adanya unsur yang belum ditemukan yang disebutnya eka-alumunium. (Eka adalah istilah sansekerta artinya “pertama”, jadi eka-alumunium adalah unsur pertama di bawah alumunium dalam golongan yang sama). Ketika Galium ditemukan empat tahun kemudian sifat-sifatnya sangat mirip dengan sifat-sifat eka-alumunium yang diramal seperti ditunjukkan di bawah ini.


Untuk materi kimia lainnya dapat Anda baca pada link berikut:  



          Namun demikian, versi awal tabel periodik jelas memiliki ketidakkonsistenan. Misalnya, massa atom argon (39,95 sma) lebih besar dari massa atom kalium (39,10 sma). Jika unsur-unsur ini semata-mata disusun berdasarkan kenaikan massa atom, argon akan menempati posisi yang ditempati kalium dalam tabel periodik modern. Tetapi, tidak ada kimiawan yang akan menempatkan argon, suatu gas inert, dalam golongan yang sama dengan litium dan natrium, dua logam yang sangat reaktif. Hal ini dan perbedaan lainnya menyarankan adanya beberapa sifat mendasar lainnya selain massa atom yang merupakan dasar sifat periodik yang teramati. Sifat ini akhirnya ditemukan berkaitan dengan nomor atom.
Dengan menggunakan data dari percobaan hamburan sinar alfa, Rutherford dapat memperkirakan jumlah muatan positif dalam inti untuk beberapa unsur, tetapi sampai tahun 1913 tidak terdapat cara umum untuk menentukan nomor atom. Pada tahun yang sama seorang fisikawan muda Inggris, Henry Moseley, menemukan keterkaitan antara nomor atom dan frekuensi sinar x yang dihasilkan dari penembakan unsur yang sedang dikaji dengan elektron berenergi tinggi. Dengan sedikit pengecualian, Moseley menemukan bahwa urutan kenaikan nomor atom sama dengan urutan kenaikan massa atom. Misalnya, kalsium adalah unsur kedua puluh dalam urutan kenaikan massa atom, dan kalsium mempunyai nomor atom 20. Penyimpangan yang tadinya membingungkan ilmuwan sekarang menjadi masuk akal. Nomor atom argon adalah 18 dan kalium adalah 19, jadi kalium harus ditempatkan setelah argon dalam tabel periodik.
Tabel periodik modern biasanya menampilkan nomor atom bersama dengan lambang unsurnya. Seperti telah diketahui, nomor atom juga menunjukkan jumlah elektron dalam suatu unsur. Konfigurasi elektron unsur membantu menjelaskan munculnya sifat-sifat fisik dan kimia. Kegunaan dan pentingnya tabel periodik terletak pada fakta bahwa kita dapat menggunakan pemahaman tentang sifat-sifat umum dan kecenderungan dalam golongan atau periode untuk meramalkan sifat-sifat unsur apapun dengan cukup tepat, walaupun unsur itu tidak kita kenal dengan baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Uji Kelayakan Model Goodness of fit Pada SmartPLS

Uji Kelayakan Model Goodness of fit Pada SmartPLS,  Untuk melakukan uji kualitas model pengukuran, caranya adalah:  Klik menu Calculate  => PLS Algoritm (lihat pada bagian yang dilingkari  pada gambar dibawah ini !) Setelah itu, maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini.  Selanjutnya, pilih (klik) Start Calculation. Setelah proses Calculation selesai, maka akan keluar hasil pengujian kualitas model pengukuran (lihat gambar di bawah ini !). Penyimpulan mengenai kualitas model pengukuran mengacu pada rule of  tumbs berikut ini: Pada gambar di bawah ini nampak hasil outer loadings (di SPSS diistilahkan  dengan Factor Loadings ) digunakan untuk mengukur validitas konvergen  dari model pengukuran (instrumen). Pada kasus ini, hasil uji outer loadings menunjukkan skor yang rendah pada variabel AKT (Akuntabilitas) yaitu  kurang dari rule of tumbs 0,70 (Chin, 1998). Skor kurang dari 0,70 juga  nampak pada konstruk KMUK4 dan KSI...

Cara Uji Validitas dengan Corrected Item-Total Correlations SPSS

Uji validitas item merupakan uji instrumen data untuk mengetahui seberapa cermat suatu item dalam mengukur apa yang ingin diukur. Item dapat dikatakan valid jika adanya korelasi yang signifikan dengan skor totalnya, hal ini menunjukkan adanya dukungan item tersebut dalam mengungkap suatu yang ingin diungkap. Item biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang ditujukan kepada responden dengan menggunakan bentuk kuesioner dengan tujuan untuk mengungkap sesuatu. Teknik uji validitas item dengan teknik Corrected ItemTotal Correlation , yaitu dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor totalnya dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi koefisien item total yang overestimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya). Pada metode ini tidak perlu memasukkan skor total, karena sudah dihitung secara otomatis.    Cara Uji Validitas Metode Analisis Faktor (KMO) dengan SPSS Kemudian pengujian sign...

Rumus Fungsi If Dengan Conditional Formatting di Excel

Fungsi if merupakan fungsi yang sering digunakan pada aplikasi ms.excel untuk mendapatkan nilai berdasarkan kriteria yang ditentukan. Kadangkala kita ingin menambahkan warna-warna atau simbol-simbol tertentu pada setiap nilai yang dikembalikan dengan fungsi if. Untuk memberikan perbedaan ini, kita dapat menggunakan tools conditional formatting pada fungsi if tersebut. Mencari Nilai Dengan Fungsi If Sebelum menambahkan style pada hasil dari fungsi if, berikut ini adalah sebuah contoh data mencari score dengan fungsi if. Nilai score pada kolom E, merupakan nilai berdasarkan persentase pencapaian yang didapat pada kolom D berdasarkan nilai-nilai pada tabel pertama (A1:B4) Ketentuan score pada kolom E berdasarkan tabel pertama adalah : Jika nilai pada kolom D adalah lebih kecil dari 75%, maka akan mendapat score 1. Jika nilai pada kolom D antar 75% sampai 100%, maka akan mendapat score 2. Dan Jika nilai pada kolom D lebih besar dari 100%, maka akan mendapatkan score 3. If Dan Conditional F...